Skip to main content

Sister in Danger

My old sister is in danger/My young sister is in danger/My aunty is in danger/My mother is in danger//.../Don't you blame the victim/Maybe you'll be the next/Let's question the law/Where has justice gone//...(petikan lirik lagu bertajuk "Sister in Danger", SIMPONI)


SISTER in Danger dinyanyikan Simponi dua kali dalam satu hari di dua panggung pertunjukan yang berbeda di Makassar. Pagi hari, di sebuah sekolah menengah atas negeri di Jalan Taman Makam Pahlawan, lantas pada petang harinya, di halaman dalam benteng yang dibangun kolonial. Saya pikir, mereka bukan sekedar sindikasi musisi anak-anak muda, mereka juga aktivis. Mereka menghayati pola, modus, dan lokus kekerasan seksual yang mengancam secara serius, bahkan mematikan perempuan di Indonesia. Sister in Danger diniatkan untuk pembicaraan kembali, mengenali, membongkar fakta dan angka-angka korban kekerasan itu. Perempuan dalam bahaya. 
Kekerasan adalah kejahatan. Data kejahatan seksual terhadap perempuan, menyajikan angka-angka yang mengalami eskalasi dari waktu ke waktu. Kita tahu, secara teknis, data itu adalah data yang dilaporkan, yang dicatat, maka kita pun menaruh dugaan, data itu hanya menerangkan sebagian kecil kejadian kekerasan. Fakta sesungguhnya, boleh jadi, jauh lebih besar, jauh lebih tragis, jika melihat intensi peristiwa. Sebagai peristiwa kejahatan yang tidak saja berlangsung di ruang privat, di kamar keluarga, melainkan juga di ruang publik, di jalanan, di sekolah, di tempat kerja. 
Korban kejahatan seksual, mulai anak perempuan hingga perempuan dewasa. Dan pelakunya, mulai dari yang dikenali secara dekat oleh korban, orang terdekat bukanlah orang lain, hingga sama sekali tidak dikenali. Sebagian korban, nyatanya menyembunyikan luka kekerasan, membungkam sebagai aib, boleh jadi ketika mereka melaporkan, justru membuat mereka dipersalahkan, bahkan menjadi kesia-siaan belaka. Atau, mereka melaporkan, kemudian membawanya ke pengadilan, ketika peristiwa kekerasan itu telah terjadi berkali-kali.
Sister in Danger, adalah ratapan atas kejahatan terhadap tubuh. Kejahatan yang dikenali sebagai bukan representasi dari sebuah realitas, lantaran berada dalam relasi keluarga, relasi sosial, relasi politik, relasi seksualitas, tempat-tempat dimana efek yang mengada dari beroperasinya kekuasaan. Kalau boleh meminjam pemikiran sentral filsuf Michel Foucault: pengetahuan, kekuasaan, dan tubuh. Ketiganya memiliki keterkaitan yang khas. Mengapa Foucault? Karena, Foucault menghilangkan pandangan atau anggapan umum yang disimpan selama ribuan tahun silam, bahkan ditransformasikan melalui pengetahuan (diskursus), bahwa seks bagian hidup yang tidak bermasalah. 
Dalam konsep Foucault, kekuasaan bukan berada pada perkara distingsi oposisi binari dimana ada yang powerful dan sementara lainnya powerless. Kekuasaan itu mirip jaringan, tersebar, berada dimana-mana, bermain di semua tingkatan. Kekuasaan selalu diproduksi, terus bergerak, pada setiap momen, pada setiap relasi. 
Investigasi Foucault mengenai pengetahuan sebagai episteme, menggambarkan bagaimana rejim pengetahuan bisa menjadi otoritatif dan legitimate, mempengaruhi praktik-praktik sosial individu: cara berpikir, berbicara, dan bertindak. Rejim pengetahuan (diskursus) nyatanya tidak berdiri sendiri, akan tetapi melibatkan operasi kekuasaan, sehingga pengetahuan ilmiah tidak bisa lagi membedakan mana yang salah, mana yang benar, membentuk relasi dengan pengetahuan awam. Apa yang dihasilkan kemudian, adalah mengubah konstelasi sosial dan melahirkan klaim atau ritus-ritus kebenaran. Tubuh -bukan sekedar tubuh secara fisik, adalah tempat mengendapkan normalisasi kekuasaan (discliplinary power), agar tercapai proses pembiasaan perilaku dan menempatkan subyek sebagai efek kekuasaan. Kepatuhan individu, bahkan dia tidak merasa sebagai bagian pemaksaan, menginternalisasi kekuasaan, dapat diketahui melalui efek kekuasaan terhadap tubuh.
Dengarkan kembali lirik Sister in Danger: Don't teach how to dress/Teach your brain about humanity//.../Don't rule how to walk/Watering your heart with kindness//.../Show respect, emphaty/Live in solidarity/Improve our attitude/Justice from the mind//
Lirik ini menunjukan, kejahatan seksual terjadi karena "pengetahuan" yang telah dikonstruk rejim kekuasaan. Sebagaimana proposisi Foucault: dimana ada kekuasaan, di situlah ada anti-kekuasaan. Maka, perlawanan menjadi tidak mudah berada di satu titik, tapi mesti di semua tempat, di dalam jaringan kekuasaan. Juga, dibutuhkan hubungan diri dengan diri itu sendiri sebagai etika (kode moral). Maka, tidak berkelebihan kiranya, dalam bait terakhir Sister in Danger, mengutip kata Pramoedya Ananta Toer, sasterawan besar negeri ini: "seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan". Justice from the mind.

Paccerakkang, 2 Apri 2015








Popular posts from this blog

Deep Purple, Jakarta, 1975

MARET 2016. Saya bertemu dengan seorang kerabat, setelah bertahun-tahun lamanya tak berjumpa. Pensiunan dari sebuah bank besar di negeri ini, penggemar sekaligus kolektor musik rock klasik. Masih melekat dalam ingatan saya, ketika terakhir berjumpa, kami mempercakapkan dan menonton video Deep Purple, sebuah group  band  yang dibentuk di kota Hertford, Inggris, 1968. Deep Purple, Led Zeppelin dan Black Sabbath merupakan pelopor aliran heavy metal dalam genre musik rock. Saya menangkap rasa takjub pada dirinya lantaran dapat menonton langsung konser musik Deep Purple di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 1975. "Sebagian Jakarta mati lampu, gelap. Konser mereka butuh banyak strom . Sound system dan lampu, mereka datangkan pakai pesawat kargo. Besar-besar. Orang baru pertama kali lihat konser seperti itu. Stadion penuh sesak, orang  berjubel menonton," ceritanya. Meski dalam sebuah pemberitaan, pemadaman listrik itu hanyalah gosip, "itu hanya bagian dari taktik promosi"....

Narmada dan Bili-bili

DESA Narmada, di India dan Bili-bili, di Indonesia, dua tempat berjauhan dengan satu kisah yang sama: soal pengorbanan dan proyek bendungan. Arundhati Roy, perempuan pemikir kelahiran India dan seorang sarjana arsitektur, dalam ”The Cost of Living”, menggambarkan dua perkara tersebut dapat dipersinggungkan, dirajut, dan dipertalikan: mistisfikasi nasionalisme dan eskalasi bantuan dari Lembaga Keuangan Internasional. Di Indonesia, “The Cost of Living” sudah dialih-bahasakan dan diedarkan sekitar dua tahun lalu, dalam bentuk novel non-fiksi (berisi fakta dan perasaan Arundhati Roy).

Pangan, Antibiotika, Oligarki

" ANTIBIOTICS off the menu ", demikian kampanye yang diluncurkan organisasi konsumen internasional pada tahun ini. Penggunaan antibiotika yang berlebihan menjadi salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global, kita akan berhadapan dengan bakteri (mikroba) yang resisten (kebal) terhadap antibiotika. Hingga pada suatu hari, kita menjumpai kenyataan, antibiotik tidak lagi bisa melawan bakteri. Hanya sedikit goresan saja, orang bisa saja mati terbunuh. Boleh jadi, Alexander Fleming penemu antibiotika penisilin, yang mengobati infeksi, tidak menyangka kalau produksi antibotika tidak saja berada lini industri farmasi, namun berlipat ganda dengan industrialisasi pertanian dan peternakan. Fleming pun menyebutnya sebagai penemuan secara kebetulan. " Ketika saya bangun tidur, setelah fajar menyingsing, 28 September 1928, saya sama sekali tidak berniat merevolusi semua obat dengan penemuan antibiotik atau bakteri pembunuh ,"ujarnya. Sekitar setengah dari produk antibi...

Negeri Pelepah Sagu

“ The beginning of the conquest and looting of East Indies … signalized the rosy dawn of the era capitalist production ”[1] SETUJU berlari kencang menembus kegelapan. Saya dibuatnya sesekali terguncang-guncang. Angin malam menyergap masuk melewati rongga atas pintu belakang. Setuju, demikian nama otobis kelas ekonomi, non-AC, berwarna putih kusam, melayani trayek Malili-Makassar. Bis berangkat jam lima   sore dari Malili, Luwu Timur, tiba di perempatan lampu-merah Pasar Daya, Makassar, jam empat pagi esok harinya.   Saya dan seorang kawan   naik   bis Setuju   d ari   Senga, Belopa, malam itu . Sebelumnya, kami   baku-tawar ongkos dengan kenek bis, dari 80 ribu turun menjadi 60 ribu   rupiah   sampai   ke   Makassar. Sebagian besar bangku bis diisi   orang   Pangkep. Mereka, para pekerja tambak di pesisir Teluk Bone yang mengapit Tana Luwu. Sedikit diantaranya, adalah kerabat pemilik warung sop   daging sapi ...

Nduga

INSIDEN kekerasan bersenjata itu kembali meletup, beberapa pekan lalu. Di Nduga, di sebuah tempat yang bertengger di punggung pegunungan tengah yang membelah Papua. Insiden yang membuat saya lagi-lagi menyerngitkan dahi. Untuk kesekian kalinya darah tumpah. Terasa getir tak berkesudahan. Seperti membekukan perjalanan sebuah negeri, lebih dari setengah abad, berhenti di tubir sejarah. Insiden itu berada di jalan raya Trans Papua. Jalan raya yang melewati Taman Nasional Lorentz. Sebuah situs  warisan dunia, yang memiliki spektrum ekologi menakjubkan, akan tetapi rentan terdegradasi. Sekaligus, menjadi ruang hidup bagi delapan etnis Papua, Nduga salah satunya. Situs itu selemparan batu jaraknya dengan wilayah operasi tambang emas dan tembaga terbesar, tambang Grasberg. Tambang yang dikelola Freeport Indonesia, anak raksasa tambang asal Phoenix, Amerika Serikat, Freeport McMoRan Inc. Sejak awal, kehadirannya kerapkali merepotkan, menjadi sumber gesekan dan perseteruan. www.kabarin...