Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2014

Presiden, Budaya Pop

" Politics is just like show business " -Ronald Reagan, http://quotationsbook.com/quotes/author/6022/ SORE menjelang magrib. Dalam sebuah konser, di sebuah stadion olahraga yang dibangun dengan uang pinjaman dari Uni Soviet. Seorang calon presiden berlari ke ujung panggung, yang menjorok di depan, tepat dihadapan massa yang tumpah ruah.  Suara gitar mengelegar, mengiringi Si Bung, calon presiden itu, ketika hendak menyapa massa. Riuh m assa memekak telinga. Belasan bendera bergambar kupu-kupu, dikibarkan para penggemar sebuah group band, nampak melambai-lambai di udara. Yup, sebuah group band rock, yang bersinar di negeri ini lantaran predikat berbayaran tinggi dan memiliki jutaan penggemar fanatik anak muda. Sebelumnya, mereka telah menciptakan dan merekam sebuah lagu kampanye sang calon presiden. Lagu ini lantas disebar melalui jaringan televisi dan media-sosial. Si Bung, kabarnya, juga seorang penyuka musik rock Metallica, group band asal L.A California. And Justice fo

Kedermawanan Ala Kartel

" The new technologies like the technologies of the green revolution and bio technologies, devalue the cultural and traditional knowledge embodied in the seed, and erode the holistic knowledge of the seed from the community " (The right to save and share seed -  http://www.navdanya.org/) INI negara Res Publica, bukan Res Privata. Begitu pesan kuat yang saya baca dalam pledooi terdakwa Kunoto alias Kuncoro bin Mirin. Nota pembelaan perkara pidana ini dibacakan tim kuasa hukum Kunoto di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Jawa Timur, 24 Mei 2010. Kunoto, seorang petani, dicokok polisi, 16 Januari 2010, di teras rumah di Desa Toyoresmi, ketika sedang menimbang benih jagung dan menjualnya dalam bentuk curah pada seseorang. Jaksa mendakwa Kunoto, terbukti bersalah, melakukan tindak pidana mengedarkan benih bina yang tidak sesuai dengan label, melanggar Undang Undang Sistem Budidaya Tanaman.  Lima tahun sebelumnya, Tukirin, seorang petani dan penangkar benih jagung asal Nganju

Topeng Monyet, Malam Lebaran

MONYEEET ... Anak perempuan saya berteriak, ketika melintas depan sebuah swalayan waralaba. Tak jauh dari rumah. Malam lebaran. Takbir berkumandang, menyempurnakan bulan suci Ramadhan. Orang ramai merayakan kemenangan. Di depan swalayan itu, tengah berlangsung pertunjukan dari rombongan pengamen topeng monyet. D i beberapa tempat di Jawa dikenal sebagai tandhak bedhes  (tarian monyet).   Teriakan anak saya itu, membuat saya penasaran melacak hal ikhwal topeng monyet. Seni pertunjukan komersial yang saat ini bertahan di lorong-lorong sempit, pemukiman miskin, dan kampung pinggiran kota Makassar. Begitu pula dengan kata-kata, yang masih dalam ingatan saya: "sarimin pergi ke pasar".  Nama Sarimin menjadi semacam brand paling umum dipakai, bagi si "aktor" monyet berekor panjang ( macaca fascicularis ) itu. Asal-usul nama itu tak begitu jelas bagi saya. Mungkin saja, diambil dari alat tabuh saron mini, yang dipakai dalam atraksi pertunjukan topeng monyet. Kata-kata: &q