Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Lord of War

There are over 550 million firearms in worldwide circulation. That's one firearm for every twelve people on the planet. The only question is: How do we arm the other 11? (Yuri Orlov-diperankan aktor Nicolas Cage, dalam film “Lord of War”, produksi 2005) FARIZ Panghegar, seorang kawan, menyusupkan sejumlah film bioskop ke dalam laptop saya, di tengah-tengah keseriusan membaca buku Panen Lontar karya James J. Fox sampai larut malam. Semula, saya hanya memintanya menyimpan sebuah film tua yang populer saja, seperti " The Insider " atau " Fair Game ". Esok paginya, saya sungguh terkejut, laptop saya seperti gudang penyimpanan film. Namun, koleksi film yang disimpan Fariz, saya pikir, bukanlah bersifat manasuka, melainkan memiliki jalinan yang mungkin tidak dibayangkan sebelumnya. Mulai dari film pemogokan buruh Inggris pada masa ortodoksi neo-liberal Margaret Thatcher, hingga rekonsiliasi Nelson Mandela alias Madiba. Tidak seluruhnya film bikinan Hollywood, te

Kota Agung

" Tidak lain dari benih baru, ya Gusti, dari seberang dan seberangnya seberang pulau Jawa ini. Benih beras besar ya Gusti. Sepuluh kali lebih besar dari beras biasa. Bila disantap sewaktu muda, ya Gusti, hanya ditunu di atas bara, gemeretak bunyinya tapi rasanya takkan kalah dengan emping ketan bercampur kelapa dan gula ... " (Arus Balik, Pramoedya Ananta Toer, halaman 77). NOVEL sejarah, Arus Balik, ditulis Pram selama penahanan di Pulau Buru, 1969-1979. Sekitar 40 tahun, ketika Pram menulisnya, benih baru yang dimaksud (jagung) telah dimodifikasi secara genetik, diperkenalkan, ditanam bahkan dikomersialisasikan di negeri ini. Bedanya, benih itu tidak punya bahasa dan mitologi, hanya berjuluk susunan angka. Apabila benih baru dalam Arus Balik, berasal dari kulit merah, seperti warna batu bata, di Amerika, maka benih baru saat ini berasal dari korporasi raksasa di negeri yang sama. Sampai pada akhirnya, para aktivis menghadap presiden di istana, untuk menghentikan peredar

Panderman, Ekologi Politik

TIBA sore di Panderman, pekan lalu. Sebuah jalan menanjak, di kaki Gunung Panderman, di Desa Oro-oro Ombo, Batu, Jawa Timur, yang sesak dengan rumah inap ( homestay ) yang disewakan pada para pelancong. Kata seorang warga, terdapat lebih 250 homestay di Batu. Bisnis ini tumbuh menggeliat mulai 15 tahun lalu, sejak adanya pasar malam, BNS ( Batu Night Spectacular ). "Setiap rumah, sedikitnya ada tiga bilik kamar yang disewakan,"ujarnya sembari mengkalkulasi. Mungkin relatif agak berbeda dengan hotel, boleh jadi kalau dihitung-hitung lebih hemat, terasa seperti rumah sendiri, bisa menginap sekeluarga dalam satu kamar. Toh, kita mesti lebih jeli, tidak seperti kita bayangkan sebelumnya, tarif tiba-tiba melejit setara hotel, ketika para pelancong tumpah ruah di musim liburan panjang. " Homestay juga dikenakan iuran wajib paguyuban, tidak seberapa, untuk uang ronda keamanan dan dana sosial, seperti untuk para janda, kalau pajak dari pemerintah itu kan untuk tambal-tambal a